Senin, Februari 01, 2010

Jagading Lelembut III

Sebuah malam, jam sepuluhan, seorang bapak, dengan seorang anak remaja, datang ke pastoran. Menemui pengudud '76. Kedatangannya dalam suasana keprihatinan. Batinnya sedih, prihatin, perih ing batin. Itu terjadi karena dua anaknya.  Anak bungsu, dan kakak bungsu sudah tiga hari kesurupan. Yang satu usia 'TK'. Yang kakaknya, klas 5 SDN. 

Setiap saat, anak itu berteriak-teriak kesakitan. Yang dikeluhkan perutnya. Perutnya sakit. Anehnya, kesurupannya bergantian. Jika yang satu kesurupan, yang satu tertidur. Begitu yang tertidur bangun, gentian kesurupan. Demikian sebaliknya. 

Hari minggu sudah diperiksakan ke dokter di BP Provita. Dokter mengatakan, tak ada yang tak beres. Secara ilmu medis, semua organ ok. Tak selesai atas pemeriksaan pertama, diupayakan periksa dokter umum yang lain, di keesokan harinya. Ketika didiagnosa, hasilnya sama. Secara medis, organ fisik, semua ok. 

Atas langkah-langkah ketidakberhasilan mengobatkan anak-anak kesayangannya itulah, si Bapak datang menuju pastoran.  Mohon tolong dicarikan solusi. Agar anak-anaknya bisa sembuh, kembali sehat.

1. Peng-udud '76 bukanlah seorang tabib. Bukan pula seorang 'pintar' yang tahu 'ngerti sakdurunge winarah'. Bukan pula ahli nujum. Tetapi realita yang dihadapi, macem-macem adanya. Aneh-aneh, tidak ketemu nalar.
2. Berbekal kemauan baik, dan tentu berbekal iman akan Tuhan Penguasa Alam, berangkatlah pengudud '76 ke rumah Bapak, yang anaknya kesurupan. Jam sebelasan malam, ternyata suasana-nya memang mencekam. Si anak bungsu meraung-raung, berteriak, bergerak mengguling-guling di tikar, berputar-putar. Sekali-sekali kakinya menjejak dinding. Ibunya bingung, menenangkan si anak. Keluhan si anak, selalu perutnya. Sambil memegang perut bagian lambung, si anak bilang 'Sakit......, sakit.........., sakit........!'. Tolong.... ma, tolong....ma.'.
3. Melihat 'si-kon' demikian, pengudud '76 berdiam. Tak bisa apa-apa, kecuali berdoa. Dua puluh menit mencoba berdoa, mohon kekuatan pada Tuhan, Sang penguasa alam. Sesudah itu mendekat pada si anak. Diajaknya salaman. Meronta. Dipegangnya kepala. Disorotnya mata si anak, tajam-tajam. Apakah ada gejala tak biasa. 
Diraba, perut si anak, bagian lambung. Terasa 'mrengkel'. Seperti ada sebuah tali menggumpal, tapi di bagian dalam, di bawah kulit. Rabaan dihentikan pada bagian yang 'mrengkel' untuk beberapa saat. 
Ketika, si anak menurun ronta-rontanya, diajaknya berdoa bersama. Sambil mengelilingi anak, duduk bersila, Si bapak, si Ibu, si Remaja-kakaknya, bersama berdoa. Didahului doa spontan. Dilanjutkan dengan doa sepuluh kali Bapa-Kami. Diucapkan di mulut, dengan ucapan dan kemantapan. Perlahan-lahan. Bersama-sama. Mendekati doa Bapa-kami ke sembilan si anak terkulail. Dia tertidur. 

4. Setelah suasana tenang, pesan disampaikan pada si bapak. Diusahakan TV, tak banyak diputar. Diusahakan tata ruang, obat-obatan, uba-rampe menjadi rapi, nyaman.  Jam duabelas malam, bangun, doa Bapakami, sepuluh kali. Didoakan, diucapkan, dengan kemantapan iman. Esok pagi jam lima, buat hal yang sama. Doakan juga, orang-orang yang 'dirasa' punya soal dengan anggota keluarga ini. Jangan pandang sebagai lawan seteru. Jangan pandang sebagai musuh. Namun, pandanglah sebagai sesama, yang harus didoakan. 

5. Habis berpesan-pesan, pengudud '76 pamit pulang. Sambil ninggali dua buku skrip & dua jeruk untuk si anak. 

Pulang sampai di rumah, buka KS, persiapan untuk bacaan esok hari. Ternyata, temanya tak jauh dari realita, Tuhan Yesus, menghadapi orang-orang yang sedang kesurupan. Dan dia bisa menyembuhkannya dengan kewibawaanNya. 

Selamat menghayati kewibawaan Tuhan. 
Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Tidak ada komentar: