Menjelang masuk Kota Slawi, dari arah Prupuk, ada sebuah gapura. Dekat gapura ada pohon kersem, atau Talok. Di bawah pohon talok, ada balai-balai. Tempat duduk-duduk orang rileksasi. Di belakangnya, adalah sebuah warung tegal. Salah satu menunya, teh pakai teko model poci. Teh poci. Warung tegal itu banyak disambangi orang untuk makan, dan ngeteh, serta ngopi. Juga untuk leyeh-leyeh, buang rasa penat perjalanan jauh. Beberapa truk warna merah, pengangkut susu bubuk dari Yogyakarta, menuju Jakarta, biasa makan dan istirahat di situ.
Suatu siang, enam orang kru truk merah pengangkut susu itu, bercengkerama sesudah makan siang. Sambil pada udud mereka bercanda, berkelakar, guyon, saling cerita. Tema-nya bukan soal politik, atau ekonomi. Bukan pula soal pertahanan keamanan. Tema-nya sederhana, tentang 'wong adus'. Orang mandi.
Ketika makan pagi di daerah Parakansinjang, sesudah makan pagi, secara tak sengaja ada orang mandi, terlihat oleh beberapa di antara mereka. Orang yang mandi, adalah perempuan si pemilik warung makan. Peristiwa itu bisa terjadi karena lokasi yang berbukit, sehingga posisi kamar mandi lebih bawah daripada lantai-lantai lainnya. Kurang lebih seperti kasus Raja Daud, melihat Betsyeba yang sedang mandi.
Analisis, persepsi, dan gambaran-gambaran masing-masing awak truk itu, terungkapkan, dan saling menambahkan, menjadi satu kisah siang yang 'ger-geran'. Kisah yang meriah, namun lalu berwarna erotis, eksotis, dan -menurut istilah Jawa- 'Saru'. Kata lain biasa dipakai, 'pornografi'. Pasangannya, pornoaksi. Siapa yang salah. Yang mandi, ataukah yang melihat tak sengaja, lalu jadi saksi, penyaksi.
Negara Republik Indonesia, sudah punya UU yang kontroversial, yakni Undang-undang pornografi-pornoaksi. Seorang sosiolog, dalam sebuah diskusi menyatakan, 'Pornografi, hampir tak mungkin diberantas. Atau malah mustahil untuk dihilangkan dari muka bumi. Alasan-nya satu, jujur saja, tiap orang senang dengan pornografi. Saya sebagai manusia, senang. Dan anda juga.....!'
Salah satu pesan-diskusinya, adalah bagaimana orang bisa bersikap secara bijak. Bijaksana menghadapi hal-hal yang bersifat porno, yang kadang muncul secara tak terduga, dan tiba-tiba. Di sinilah, peran agama sebagai filter. Di sinilah yang namanya moral, menjadi pengendali. Di sinilah akal sehat manusia, memainkan perannya.' Kata dia, sang sosiolog.
Mari kita membangun sikap bijak. Men-sikap-i, fenomena erotisme, porno-isme, yang bisa datang setiap waktu. Berdasar ajaran Tuhan, tentunya. Menjadi sebuah moralitas yang konsisten & konsekwen.
Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu, rahayu, rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-
Suatu siang, enam orang kru truk merah pengangkut susu itu, bercengkerama sesudah makan siang. Sambil pada udud mereka bercanda, berkelakar, guyon, saling cerita. Tema-nya bukan soal politik, atau ekonomi. Bukan pula soal pertahanan keamanan. Tema-nya sederhana, tentang 'wong adus'. Orang mandi.
Ketika makan pagi di daerah Parakansinjang, sesudah makan pagi, secara tak sengaja ada orang mandi, terlihat oleh beberapa di antara mereka. Orang yang mandi, adalah perempuan si pemilik warung makan. Peristiwa itu bisa terjadi karena lokasi yang berbukit, sehingga posisi kamar mandi lebih bawah daripada lantai-lantai lainnya. Kurang lebih seperti kasus Raja Daud, melihat Betsyeba yang sedang mandi.
Analisis, persepsi, dan gambaran-gambaran masing-masing awak truk itu, terungkapkan, dan saling menambahkan, menjadi satu kisah siang yang 'ger-geran'. Kisah yang meriah, namun lalu berwarna erotis, eksotis, dan -menurut istilah Jawa- 'Saru'. Kata lain biasa dipakai, 'pornografi'. Pasangannya, pornoaksi. Siapa yang salah. Yang mandi, ataukah yang melihat tak sengaja, lalu jadi saksi, penyaksi.
Negara Republik Indonesia, sudah punya UU yang kontroversial, yakni Undang-undang pornografi-pornoaksi. Seorang sosiolog, dalam sebuah diskusi menyatakan, 'Pornografi, hampir tak mungkin diberantas. Atau malah mustahil untuk dihilangkan dari muka bumi. Alasan-nya satu, jujur saja, tiap orang senang dengan pornografi. Saya sebagai manusia, senang. Dan anda juga.....!'
Salah satu pesan-diskusinya, adalah bagaimana orang bisa bersikap secara bijak. Bijaksana menghadapi hal-hal yang bersifat porno, yang kadang muncul secara tak terduga, dan tiba-tiba. Di sinilah, peran agama sebagai filter. Di sinilah yang namanya moral, menjadi pengendali. Di sinilah akal sehat manusia, memainkan perannya.' Kata dia, sang sosiolog.
Mari kita membangun sikap bijak. Men-sikap-i, fenomena erotisme, porno-isme, yang bisa datang setiap waktu. Berdasar ajaran Tuhan, tentunya. Menjadi sebuah moralitas yang konsisten & konsekwen.
Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu, rahayu, rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-