Sabtu, Januari 29, 2011

Virus & Sepeda

Sepeda United City Pattaya
Sepeda United City Pattaya  
Di dunia, ada berbagai virus. Virus influensa, virus hepatitis, virus herpes, dsb. Sifat virus, adalah menyebar secara tak kelihatan. Itulah virus-virus penyakit, yang sifatnya negatif, karena merugikan. Bahkan mematikan.

Dalam dunia bahasa, kata virus, jaman kini, dipakai pula untuk penyebaran hal-hal yang positif. Group musik Dewa-19, punya lagu berjudul 'virus-virus Cinta'. Dunia sepeda, kini juga kena wabah virus. Virus bersepeda.  Banyak orang mulai bersepeda, baik untuk olahraga, maupun untuk aktivitas harian. Banyak pula yang untuk kegemaran.

Dari sebuah toko sepeda di Purwokerto, dulu terbeli oleh peng-udud '76, sebuah sepeda berkeranjang, warna hitam. Ketika belanja ke toko terpal, karyawan-karyawan toko, beri kalimat, 'Wah sepedanya bagus !'. Gara-gara berkelakar di pagi hari sesudah sport-sepeda, Sepeda angin itu, dibeli oleh tukang bersih-bersih gedung Keuskupan. Model bayarnya, semampunya. Hebat, kini sudah lunas. Sehingga sertifikat sepeda sudah diserahkan pada si pembeli, si karyawan bersih-bersih.

Karena tak ada sepeda, maka beli sepeda pengganti. Model & merknya sama persis. Hanya satu yang beda, warnanya. Warnanya, merah. Tak lama juga, pegawai masak, seorang ibu tertarik melihat sepeda itu. Sebuah pagi menjelang ekaristi harian, ibu itu menemui. Tak untuk mohon doa. Tapi bilang pelan-pelan, kalau boleh beli sepeda warna merah, berkeranjang. Dengan ringah hati, sepeda warna merah itupun berpindah tangan. Gaya bayarnya, sama. Semampunya. Jika lunas sertifikat diserahkan.

Dua sepeda, sudah tiada. Maka untuk olah raga tak ada sarana. Seorang pedagang sepeda di pasar manis, tiap hari nunggui sebuah. Model sport. Lebih dua minggu, sepeda itu tak payu-payu. Melihat pengudud '76 gonta-ganti sepeda, pedagang itu melancarkan rayuan penawarannya.  Mula-mula pasang harga, sejuta duaratus. Lalu turun, sejuta. Dalam penawaran-penawaran, tak banyak kata, karena pengudud '76 tak banyak bicara. Hanya udad-udud. Lama-lama si pedagang bosan. Lalu Dia ngomong dengan mengatakan jujur, bahwa, dalam dagang sepeda, yang penting harga 'sudah numpang'. Lalu dia berikan harga delapan-ratus lima puluh ribu rupiah. Dan dengan jujur pula, katanya hanya ambil untung lima--puluh ribu. Karena harga belinya, semula delapan ratus ribu. Hitung-itung, limapuluh ribu dalam dua minggu. Jadi sehari, dia dapat uang dari barang itu, empat ribuan. Senilai semangkok mie-ayam. Tak mudah memang cari duit.

Tiap hari sepeda model sport, menemani olah raga. Sejam-sehari, olah raga. Itu programnya. Manfaat, terasa. Karena dengan program itu, badan terasa lebih 'fresh', lebih segar.
Suasana sepeda, ternyata menular. Koster, lalu juga beli sepeda 'Ru-Kas'. Baru tapi bekas. Gaya bayarnya, sama. Sederhana, dicicil sak-nduwene.

Belum lama, denger pula, Rohaniwati sebelah beli sepeda. Juga model 'rukas'. Baru tapi bekas.
Seorang umat yang pikirannya tak 100%, tiap hari ke pastoran. Tak tawari sepeda. Ternyata, dia mau. Kini dia bersepeda. Dengan catatan, jika malam kembalikan. Untuk dicek oleh penjaga malam.
Seorang umat lain lagi, juga tak 100% jiwanya. Tapi bisa hidup normal. Hanya kadang-kadang selip. Katanya punya sepeda, tapi rusak. Maka, ditawarkan padanya, untuk direparasikan. Empat hari lalu sepeda rusak itu dinaikan ke pick-up. Tak untuk dijual, tapi untuk direparasikan. Di-stel-stel, dan diganti bannya. Harapannya, jika sembuh sepedanya, insya allah, sembuh pula pemiliknya.

Akhirnya, makin lama, makin banyak orang bersepeda. Menyehatkan fisik, menyehatkan, kanthong. Juga menyehatkan udara. Dan yang jelas, menyehatkan lingkungan hidup.

Mari menyebarkan virus. Bukan virus influensa, tapi virus bersepeda.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-

Rabu, Januari 26, 2011

Indonesia Yang Sejati

 
Jumat lalu, jam delapan, Kijang-dinas-hijau meluncur ke Balai Desa Klapagading Kulon Wangon. Kepergiannya, untuk mendatangi sarasehan kesehatan. Seorang peng-obat herbal, berceramah ttg hidup-sehat. Dibuka oleh Pak Lurah. Pesertanya, kebanyakan dari anggota-anggota PKK.

Sesudah ceramah, banyak orang yang tanya tentang tanam-tanaman obat. Juga tentang penyakit-penyakit. Banyak orang terpana, karena banyak tumbuhan di sekitar kita, bisa dipakai untuk obat. Tanpa harus beli mahal di toko atau apotik. Lalu dilanjutkan dengan kosultasi sakit, dan pengobatan sekaligus. Tidak sedikit warga masyarakat yang tertolong. Sampai jam  14.00. acara berlangsung.

Jam empat sore, konsultasi sakit & pengobatan dilanjutkan di Susteran BKK Wangon, di belakang Kapel. Malam harinya, diadakan pertemuan kelompok tani. Persisnya di Dusun Bojong. Anggota-anggota Pok-tani, pada berdatangan. Dihadiri pula oleh Bu Lurah, yang bergelar haji. Membawa oleh-oleh, untuk nyamikan suguhan. Pada para petani, dilaksanakan penggambaran soal kesehatan, komoditas tanaman yang bisa dibudidayakan, dan konsultasi penyakit-penyakit. Dilanjutkan dengan rencana real, berupa pembentukan koperasi, sebagai pengelola hasil pasca panen. Tidak sedikit yang merasa mendapat nuansa baru. Dan lalu menjadi kritis tentang pembangunan, dan lalu bergairah untuk kembali, memperhatikan kelestarian lingkungan.

Dalam pertemuan, yang beragama katolik hanya lima orang. Para petani & Pak RT, penganut agama yang berbeda-beda. Tak menjadi soal dalam pertemuan itu. Semua rukun, bersatu padu. Membahas soal kehidupan, soal kesehatan, lingkungan-hidup, dan pemberdayaan ekonomi.

Dalam bagian akhir, Sang nara-sumber, mengungkapkan ke-terkesan-annya. Dia mengatakan, 'Saudara-saudara sekalian rasanya inilah, yang disebut
Indonesia Sejati. Kita dari pemeluk yang berbeda-beda. Latar-belakang yang berbeda-beda. Namun malam ini, berkumpul jadi satu. Sebagai satu saudara. Saya senang dan bersyukur, karena di daerah-daerah lain, masyarakat kita dicemari dengan prasangka-prasangka. Dan itu bersifat memecah belah. Mari kita jangan mau dipecah belah oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Selama ini, kita bangsa Indonesia, namun Indonesia yang semu. Karena dicemari dengan ketidakrukunan satu sama lain. Mari kita meneruskan Bangsa Indonesia Yang Sejati. Malam inilah Indonesia Sejati, kita rasakan. Terimakasih'.

Indonesia kita, ternyata sekian waktu menjadi Indonesia yang semu. Karena provokasi, sehingga tidak rukun, saling serang, bentrok. Saling bunuh.
Indonesia Yang sejati, adalah yang saling menghargai antar warganya. Rukun, bersatu padu.

Mari, membangun Indonesia yang Sejati.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam.
-agt agung ypm-

Sabtu, Januari 22, 2011

Gereja Yang Apik

Doraemon Sebuah sore terjadi dialog, model diskusi-mini di sebuah warung kopi. Posisi dekat lapangan Porka. Temanya, tentang hari-hari besar. Tema ini muncul, berangkat dari soal ekonomi. Jika hari besar keagamaan, siapa sebenarnya yang 'diuntungkan'.

Diskusi bermula, ketika seorang pedagang ayam, masuk warung, pesan kopi. Dan lalu ditanyai oleh kawannya, 
A. 'Laku berapa ekor ayam hari ini ?'.
B. 'Hari ini, minim, hanya laku lima ayam', katanya. 'Yang banyak untung, ta, bakoel wedus. Apalagi, jika sekitar hari raya korban'.

C. 'Iya, ya', kata orang lain, menimpali. 'Jika iedul-korban, yang dapat untung pedagang wedus, sama sapi. Jika iedul fitri, siapa yang untung ?. Yang ramai untungnya ta pedagang sembako. Mie, roti, pangan-panganan. Jika tahun baru & natal, ? Bali-bali sing untung ya pedagang sembako.'
A. 'Angger natal, wong kristen pada bagi-bagi sembako lho.  
C. 'Angger, nyong ta ditampa bae.'
B. 'Ati-ati, jare angger nampa binggkisan, mengko dikristen-na. !' .

A. 'Ya, ora baen. gereja ta werna-werna. Kristen, ta akeh. Greja jalan kae, beda karo sing jalan kiye!.'Ana greja sing saben dina apa, pada gendhingan lho. Kae gereja sing cedak SMA-5. Apik, lho....!'  Kata seorang pria, si pemilik warung.

Gereja yang apik, tidak pertama karena megahnya. Tidak karena bagus arsitekturnya. Tidak pertama pula, karena mahal material bangunannya.
Gereja tertangkap apik, bisa karena memberi tempat pada budaya, kesenian, yang ada di sekitarnya.

Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-.


NB: 
Dialog sudah diredaksi ulang. Aslinya, dalam bahasa Banyumas.
Gendhingan = main gamelan, karawitan.

Minggu, Januari 09, 2011

Dilarang pipis

Crayon Shin-Chan PictureMinggu ini, tiga kali pengudud-'76 ke Stasi Wangon. Hampir empat kali, tetapi gagal, karena jalan pedesaan rusak seperti sungai, sehingga mobil jenis pickup, tak mampu melewati lubang-lubang dalam.Karena rapat frekwensi kedatangannya, maka tak sedikit kisah yang terdeteksi lewat indra-indra kemanusiaan-kemanusiawian.

Tiga hari lalu, sebuah Bus malam, trayek Jkt-Yogya berhenti di Klapagading-Wetan. Di seberang bengkel bubut Imron. Pukul jam menunjuk angka setengah lima pagi. Si sopir turun. Tidak untuk ngecek kendaraan, tetapi untuk buang air kecil. Dalam bahasa Banyumas-nya, pipis. Posisi bis, sebagian ada di bagian ber-aspal. Tidak sepenuhnya berada di badan jalan. Alias kata, bis itu banyak 'makan dalan'. Posisi begini, banyak merepotkan para pemakai jalan yang berada di jalur kiri.

Ketika sedang buang hajat kecil, bunyi 'braakkkk !' terdengar. Ternyata, bis itu tertabrak oleh sebuah motor sayur. Seorang pedagang sayur dari Ajibarang membawa muatan dengan keranjang di sepedamotornya, menuju pasar Jatilawang. Dalam kondisi penuh muatan, motor itu tak terkendali menabrak bis yang sedang berhenti. Berhenti karena sopirnya sedang pipis.

Bunyi brak, ternyata bukan bunyi nyaring. Namun bunyi kematian, seperti lonceng kematian. Karena dengan terdengarnya bunyi itu, si pedagang sayur, lalu jatuh terpental ke aspal. Tak berapa lama, Si tukang sayur, meninggal di tempat. Mungkin karena ngantuk. Mungkin karena capek. Mungkin karena agak gelap. Mungkin karena kaget. Dan mungkin, mungkin seribu mungkin. Yang jelas si pedagang sayur, pergi ke alam baka. Meninggal duni. Mengalami kematian. Dan itu, karena sebab. Sebabnya, adalah 'orang pipis sembarangan'.

Dimohon, jangan pipis sembarangan. Demikian pesan moral minggu ini.

Syalom. Wilujeng dalu. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-

Minggu, Januari 02, 2011

Pribadi Yang Rapuh

Sebuah malam, sekelompok anak-muda-remaja, bergaya artis rock-n-roll, bernyanyi-nyanyi di sebuah pinggir pasar. Nanyian-nya aneka warna, dangdut, campursari, Iwan-Fals-an. Kadang-kadang mengarah 'jorok'. Mereka ngobrol, bernyanyi, sambil makan kacang. Kacang itu ternyata sebagai penyeimbang minuman. Ya, mereka sedang menikmati minuman keras. 

Sekian lama, mereka bercengkerama. Tiba-tiba datang seorang perempuan, berkata keras, bertanya pada salah satu anak-muda. Wanita itu tanya tentang keberadaan Hp, milik kawannya. Anak muda yang ditanyai tersinggung, dengan pertanyaan itu. Dia merasa dituduh. Lalu mendebat, dan menolak tuduhan itu. Dibantingnya sebuah Hp. Dan lalu pecah berantakan.  Terjadilah keributan mendadak malam itu. Saling serang dengan kalimat keras dan kasar. Malah hampir terjadi baku hantam, antar mereka. Apalagi, si tertuduh sedang dalam kondisi setengah mabuk. Mabuk miras.

Keributan semakin kritis, mendekatlah seorang perempuan gemuk, dengan seorang bapak. Mereka mencoba menengahi. Satu-persatu, dipersilahkan siapa yang mau ngomong. Banyak yang lalu omong. Nada omongan, hampir semua mengarah kepada si-remaja tertuduh. Dalam hidup musikus jalanan itu, si remaja-tertuduh kerap bikin keonaran. Tak bawa kedamaian. Lalu marah-besarlah si remaja tertuduh.

Bekat perempuan gemuk si penengah, si remaja bisa sadar akan situasi dirinya. Diungkapkan sejarah asal-muasal si remaja tertuduh bisa bergabung. Disarankan kembali ke orang-tuanya, dan jangan hidup menggelandang tanpa tujuan. Dan digariskan bahwa rekan-rekannya, tak serta menuduh sebagai pencuri. Juga tak pernah menolak hidup bergaul dalam komunitasnya. Apa yang masih kurang, kata mereka.

Dari rapat malam, setengah-kegelapan, terungkaplah alasan dasar si anakmuda tertuduh tak mau pulang. Dia merasa tak disayangi oleh mamaknya. Hatinya 'kelara-lara'. Nalangsa. Apalagi, ketika dia ulang-tahun, mamaknya tidak memberi selamat-ulang-tahun. Tidak juga  membuatkannya makanan istimewa.

Meminjam pola bicara Alm. Gus Dur, 'Gitu aja, kok nelangsa......'

Syalom. Wilujeng dalu. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-