Jumat, Juli 30, 2010

Ke-kaya-an

Tema : Kekayaan
TIU: Orang boleh kaya, tapi idealnya, kaya di hadapan Allah.
TIK: Orang jadi bersemangat kaya, model baru.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


0. Pernah ada pertanyaan, 'sebaiknya orang katolik, kaya atau tidak'. Kerap terdengar pula kalimat-kalimat, bahwa orang miskin lebih dekat dengan Kerajaan Sorga. Lalu nasib orang-kaya, bagaimana.
Jujur saja, menjadi orang miskin, atau terlalu miskin, katakanlah melarat, repot sekali. Terasa banyak hal kurang. Untuk ini, kurang. Untuk itu kurang.

1. Sebenarnya, tak ada saran dari Kitab Suci, untuk jadi miskin. Miskin dalam arti melarat. Kitab Suci  memberi saran agar kita bersikap bijak terhadap harta benda.
* Terlalu lekat dengan harta benda. Menumpuk-numpuk, muncul istilah bernada keras, yaitu tamak, rakus, serakah, ngaya.
* Terlalu murah, tak disiplin dengan harta benda, muncul kata, boros, royal, foya-foya, tanpa-perhitungan.

2. Untuk bersikap bijak atas materi, atas harta-benda, kita bisa melihat hidup Santo-santa.
* Ibu  Teresa dari Kalkuta India: Dia mempersembahkan apa yang dia punya agar  orang miskin, bisa mati dengan layak.
* St Ignatius dari Loyola, yang kita peringati Sabtu kemaren:

Kalimat injili ini, nampak menjadi semangat dasarnya:"Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?"
.
Diriwayatkan: "Ignatius lahir pada tahun 1491 di Guipuzooa di daerah Baskia, Sepanyol. Ia putera bungsu keluarga bangsawan Loyola. Di masa mudanya ia tinggal bersama dengan orang-orang istana dan tentara. Pada tahun 1521 dalam pertempuan untuk mempertahankan benteng Pamplona ia mengalami luka berat. Berbulan-bulan lamanya ia terikat pada tempat tidurnya. Namun masa itu penuh rahmat baginya. Ia mulai menyadari bahwa hatinya digerakkan kesana kemari oleh roh-roh yan berbeda-beda. Dengan menuruti gerakan roh yang baik diambilnya keputusan untuk selanjutnya mencari kemuliaan Allah yang lebih besar, bukan lagi hal-hal yang dikagumi dunia. Maka seluruh sisa hidupnya dibaktikannya untuk mengabdi yang Mahaagung. Dalam ziarahnya ke Tanah Suci dan selama tahun-tahun pengembaraan-nya di Sepanyol, Perancis, Vlaanderen dan Italia, ia selalu mencari kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa, baik dalam studi maupun dalam kerasulan, baik dalam percakapan-percakapan maupun dalam doanya.
Bagi Ibu Teresa & St. Ignasius, harta benda, adalah tempat mencari dan sarana memuji Allah.

3. Yesus beri saran, kurang lebih begini: 'Hendaklah engkau kaya di hadapan Allah',
'Jangan ngumpulkan harta, untuk diri sendiri. Karena jika sewaktu-waktu nyawa kita diambil, untuk siapakah harta itu.' *
Lalu apa yang bisa kita buat ?
Kita bisa niru semangat Ibu Teresa dan St Ignatius: 
Harta benda, kita cari,kita pakai, untuk mengabdi Allah. 
Harta benda, bukanlah tujuan, melainkan hanyalah sarana.

NB: 

Kaya di hadapan Allah ber-arti, menggunakan kekayaan, untuk memperkaya juga saudara-saudara yang lain.
Di sini tidak ada egoisme. Tak ada penindasan.
Yang ada solidaritas, bela-rasa.

Mari kita menerapkannya.
Wasalam:
-agt agung ypm-

Selasa, Juli 27, 2010

Hidup Sehat

1. Orang sehat, tak bisa lepas dari makanan sehat.
Bahan makan, tak bisa lepas dari peran para petani.
Karena dari para petani-lah, bahan makan dihasilkan.
Dus tiap orang sebenarnya tergantung pada para petani. Untuk itulah, kita mesti beri penghargaan, apresiasi kepada para petani. 

Umat paroki Katedral, juga beri perhatian pada peran tani. Maka kegiatan-kegiatan seputar tahun pertanian, memuara pada perhatian terhadap mereka:

Garis Besar Kegiatan Seputar Tahun Pertanian Paroki Kristus Raja Katedral, ada dua macam. Kegiatan bulanan. Dan kegiatan penunjang.

AGUSTUS

1. Minggu, 1 Agustus, 2010
Diadakan Pidato tentang Hidup Sehat, Makanan Sehat, Pertanian Sehat.
Tempat: Paschalis Hall, lantai II. Jam 09.45.
Pengisi: 
  I. Ilmuwan dari Universitas Jend. Sudirman: DR. V.   
     Prihananto, MSi, (ahli pangan & Gizi)
 II. Dokter: Siswanto, (dir. RSUD Ajibarang)
III. Praktisi Tani Sehat, Pak Gatot  Surono dari Purbalingga.

2. Sabtu-Minggu, 7-8 Agustus 2010
,
1. Pelatihan & Studi lapangan Team Inti Paroki ke Lembah 
    Hijau, Bekonang, Sukoharjo.
    Fokus: zero-limbah & ikan patin. 
2. Konsultasi pengusaha pengobatan Herbal, Bp Agus dari 
    Boyolali.

Minggu III, Bulan Agustus

Mengirim petani & peminat ke Kampung Lele, Sragi Pekalongan. Untuk studi bersama


SEPTEMBER.
1. Di bulan September, diefektifkan monitoring pada pelaku tani & pangan di wilayah paroki, terutama stasi-stasi. Tiap minggu, dua kali. Hari Selasa & Jum'at. Bersama team.
2. Minggu I, mengirim petani belajar ternak belut, ke Klathen & Godean.

OKTOBER
1. Fokus pada HPS, Hari Pangan Sedunia, tgl 16-17 Oktober.
Diadakan Ekaristi bernuansa pertanian. Sesudah misa ada bazar makanan sehat. Pengenalan alat-alat pertanian. Baik tradisionil, maupun modern.
Lomba-lomba, berhadiah sepasang Jago & ayam berkwalitas, dengan kurungannya.
2. Bursa tanaman dan hasil tanam organik.
3. Pembagian bibit penghijauan. Pada lingkungan & Stasi.
4. Pencanangan Penghijauan sekitar kompleks Wisma Jompo Kaliori.

Tiap Senin sore, panitia Inti berkumpul untuk membahas kegiatan-kegiatan seputar tahun  pertanian. Baik jangka pendek, maupun jangka panjang.

Mari kita hidup sehat, dengan pangan sehat.
Mari galakkan makan sehat, dengan pertanian yang sehat.
Wasalam:
-agt agung ypm-

Rabu, Juli 21, 2010

Jum'at Kliwon

Jumat Kliwon, dikenal oleh banyak orang sebagai waktu yang keramat. Di pasar-pasar & di pinggir-pinggir jalan Kota Purwokerto, banyak pedagang jualan kembang. Tempat-tempat yang dianggap keramat, ramai oleh orang-orang, yang berdatangan untuk nyadran. Nyenyuwun, tirakat, dan semedi. Pendek kata, mereka ber-olah rohani. Tentu menurut versi mereka.

Sudah kesekian kali Paroki Kristus Raja Purwokerto, mengisi waktu khusus ini, dengan mengadakan kegiatan 'Malem Jumat Kliwonan'. Tempatnya, di sanggar pamujan, belakang calon gedhung Stikom. Acara standart, adalah ekaristi, dilanjutkan adorasi, astuti. Malem jumat kliwon kemarin, acara berlangsung sekitar dua-jam dengan tanpa terasa. Bagian homili, diisi dengan sarasehan tentang kearifan lokal. Salah satu kearifan lokal, yang ada di sekitar Purwokerto, adalah faham 'Kejawen Banyumasan'.


Ketika, diangkat pertanyaan, apakah Kejawen itu, tak banyak yang piawai jawab. Jawaban yang muncul memutar berkisar pada orang yang disebut Orang Jawa. Orang jawa, adalah yang menggunakan Bahasa Jawa. Kejawen adalah 'Kepercayaan orang Jawa. Itulah jawabannya.


Pengertian yang masih berlevel permukaan inilah yang didalamkan. Maka sarasehan, adalah bentuk pendalaman. Bentuk juga 'peng-kaji-an'. Yang dikaji, adalah faham pengertian tentang ke-Jawa-an. Baik, orang jawa itu siapa. Juga kejawen itu sebenarnya faham apa.


Orang Jawa:

Istilah Jawa, mencakup banyak makna.
Pertama, makna geografis, atau wilayah. Cakupan wilayah itu meliputi sejumlah propinsi, DKI-Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, DIY, & Jatim.
Kedua, makna komunitas.  Suatu komunitas yang adalah pendukung budaya Jawa, yang sebagian besar juga masih menggunakan Bahasa Jawa. Spt: Jawa-tengah, DIY, Suriname, Lampung, dsb.   
Ketiga, makna ciri khusus. Ciri khusus sebuah budaya, yang kelihatan, atau tercermin dari bahasa, pandangan hidup, nilai-nilai, tradisi, dan-semacamnya yang menunjukkan diri sebagai Kejawen.

Kejawen:

Kejawen, atau ke-jawa-an, merupakan pandangan hidup, yang sudah amat lama usianya. Pandangan hidup itu, terbentuk lewat proses,dialog budaya: akulturasi, inkulturasi, inter-kulturasi, antara budaya setempat dengan budaya-budaya luar. Budaya luar, yang turut membentuk mozaik budaya Jawa, adalah Budaya India(Hindu, Budha), China, Islam, dan Barat. Pertemuan, persilangan budaya itu membentuk, sebuah kebudayaan etnik khas 'Jawa". Salah satu khas kejawaan, adalah tidak menolak budaya-budaya luar itu, melainkan menerimanya, sekaligus di-jawa-kan-nya. Terbentuklah, sebuah budaya khas. Di sinilah faham ke-Jawen terbentuk dan merasuk. Maka tak mengherankan dalam ekspresi budayanya, spt kenduri, sebuah bentuk perjamuan maka, di situ ada tumpeng. Di sekeliling tumpeng, ada Cap-cay. Dekatnya, ada bihun. Menyertainya, kadang ada sapu-tangan. Dan disertai pula sekeping 'duit'.

Selamat ber-pengertian, tentang budaya-budaya.


Syalom. Wilujeng. Rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-

Sabtu, Juli 10, 2010

Minus Malum



Di gereja, pastoran, kadang-kadang datang orang meminta bantuan.  Ada yang tulus, memang mohon dibantu. Ada yang akal-akalan. Menipu Romo, Pastor agar dapat keuntungan.

Bagaimana menyikapi perilaku orang-orang kayak gini. Percaya, atau tak percaya. Yang jelas posisi kita manusia bukanlah malaikat. Tak mampu tahu isi hati orang dalam sekejap. Tak mampu manusia, seperti Yesus, tahu isi batin sesama. Maka, wajar jika bisa kapusan. 

Bacaan Kitab Suci Minggu ini, mengkisahkan Yesus cerita tentang orang Samaria. Orang-orang Samaria, bagi para ahli taurat, bagi imam-imam kepala, bagi golongan lewi adalah golongan klas dua. Mereka memandang orang-orang samaria, secara sebelah mata. 'Tak dianggep', menurut bahasa Jawanya. Maka, ketika ada orang kecelakaan di jalan, orang saleh Yahudi, kaum ahli taurat, imam kepala tak bantu mereka, Yesus tanya, siapa orang Samaria itu. Sesama atau bukan.

Bahwa mereka tak menolong, bisa disimpulkan si korban dianggap bukan sesama. Tapi sikap Yesus lain, beda dengan ahli taurat, meski Yesus sendiri asli Yahudi. Seorang sesama, bagi Yesus, adalah siapa saja, yang diciptakan oleh Allah. Tak dibatasi sekat-sekat. Baik sekat suku, sekat sosial, sekat profesi, sekat intelektual, sekat pangkat, dsb. Bagi Yesus, sesama, adalah justru mereka yang sedang dalam kondisi malang. Tak peduli apa latar belakangnya. 

Harus bagaimana.
Belakangan, ramai didiskusikan perihal orang-orang yang meragukan motif kedatangannya ke pastoran. Apakah minta bantuan sungguhan, ataukah bohong-bohongan. Untuk menghindari 'daripada tidak malakukan apa-apa', peng-udud '76 agak nekad ambil sikap. Sediakan dana taktis, ala kadarnya. Yang penting bantu orang malang, seperti sikap orang 'samaria'. Sikap ini tentu bisa tepat, bisa pula tak tepat. Tapi boleh juga berprinsip 'minus malum'. 

Pertimbangan moral, untuk menghasilkan perbuatan baik, kadang ada unsur tak tepatnya. Tapi perbuatan baik, tetap harus dilakukan, meski ada kegagalan dan tipu muslihat. 

Selamat berlaku amal kebaikan, setelah berpertimbangan moral.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
agt agung pypm.

Senin, Juli 05, 2010

Orang Jawa Suriname

Jika di Jakarta, kerap terdengar, orang yang akan ke Jawa-tengah, atau Jawa Timur, dikatakan pergi ke Jawa. Padahal, kota Jakarta sendiri, juga termasuk bagian pulau Jawa. Sesuatu yang agak aneh. Salah , bahkan kaprah.

Daerah Genthawangi, Banyumas, berlatarbelakang agama Jawa. Masih mereka mempunyai tempat doa khusus agama Jawa. Umat sana masih bangga dikatakan sebagai Orang-Jawa. Namun pada sarasehan Malem-selasa-kliwonan kemaren, banyak orang susah untuk menjawab, ketika ada pertanyaan, 'Wong Jawa kuwi sapa ta ?'. Beberapa menyebut, bahasa jawa, sebagai identitas orang jawa. Persoalannya, banyak anak sekarang tak fasih bahasa Jawa.

Di lain sisi, banyak orang yang lahir tidak di tanah jawa, tetapi nyaman, jika masih dikatakan sebagai wong jawa. Entah lahirnya, di Suriname, entah lahirnya di tanah Deli Serdang. Lalu, apakah kriteria-kriteria untuk seseorang sehingga dapat disebut sebagai orang Jawa.

Pengertian ke-jawa-an, tak jauh dengan pengertian Wawasan Nusantara, sebagaimana bahan wajib kuliah di perguruan Tinggi. Wawasan Nusantara, adalah cara-pandang Bangsa Indonesia, dalam melihat dirinya sendiri. Pandangan itu mencakup kesatuan wilayah, dan Ipoleksosbudhankam(ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan-keamanan). Orang merasa sebagai 'Wong Jawa', berangkat dari beberapa hal. Pertama, kewilayahan. Kedua, nilai-nilai yang dihayati, tradisi, seni, bahasa.

Wilayah yang berkaitan dengan orang Jawa bermukim meliputi, kawasan timur pulau Jawa, dan kawasan Barat. Bagian timur, terbentang dari Banyuwangi, Sampai Semarang. Kawasan barat terbentang, di sekitar Tegal, Brebes, Banyumas, Cilacap.  Pusat dari kejawaan itu, adalah Kerajaan Mataram, Surakarta, dan Yogyakarta. Budaya bahasa sekitar dua kraton itu, berkembang sesuai dengan varian kontur kedaerahannya. 

Seorang tua, bilang, 'Bahaya, jika Uwong Jawa, uwis ilang Jawane.!'. Dia bercontoh: Seorang anak muda, yang tak tahu sopan-santun, baik dalam sikap maupun tutur kata, adalah orang yang tak lagi junjung tinggi etika-Jawa. 
Demikian juga, orang yang seneng kroyokan dalam menyelesaikan perkara. Tak ada sifat ksatria. Hilanglah ke-Jawa-annya.

Selamat ber-etika & ber-watak ksatria.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Kamis, Juli 01, 2010

Ternyata


Mbah Surip alm. punya lagu berjudulkan 'Ternyata'. Dikisahkan, dia kirim surat, tapi tidak sampai. Ternyata prangkonya salah meterai.

Rabu lalu Kijang-hijau-dinas, meluncur menuju daerah Kuningan Jawa-Barat. Isinya, tujuh misdinar dengan satu sopir. Tujuannya, hendak silaturahmi, dan berdoa ke Gua-Maria  Cisantana, Cigugur, Kuningan. Habis misa pagi, berangkat. Kelihatan dari wajah, misdinar belum pada sarapan. Maka mampir Cilongok, untuk sarapan.



Perjalanan butuh waktu 5 jam, berhubung masih grotal-gratul arahnya, maka harus beberapa kali bertanya.  Jam duabelasansiang, sampai di alun-alun Kuningan. Karena perut mulai kosong, lalu makan siang. Makan siang tak di restoran, melainkan di taman. Menunya standar, nasi putih, lauk gesek. Titik. Tak ada yang lain. Karena demikian instruksi dari peng-ajak, pada ketua rombongan, "boleh ikut, tapi harus mau makan nasi lauk gesek". Sedikit latihan kesederhanaan & tak usah repot dalam sebuah kepergian. 

Dipandu oleh seorang biarawati CB, yang tugas di Kuningan, bertujuh misdinar menuju ke Gua Maria Cisantana.

1. Ternyata, daerahnya di pegunungan berbatu. Dan menanjak bertebing curam-curam.
2. Ternyata, umatnya, mayoritas Sunda,
3. Ternyata, warga sekitar, jika meninggal dikubur di halaman rumah sendiri, tak di pemakaman umum.
4. Ternyata, rumah warga bagus-bagus, tapi kata Sr, 'Pendidikan anak, jadi nomor dua'. Anak tak sekolah, tak soal, yang penting rumah bagus'.

Sesudah dari gua tempat doa, rombongan misdinar, diajak mampir ke sebuah stasi. Stasi itu, terkenal 'Salib Bakar'-nya.
5. Ternyata, tahun delapan-puluhan gedung gereja itu pernah dibakar orang. Lalu kini sudah dibangun lagi.
6. Ternyata, salib besar, juga pernah dibakar orang. Salib itu terbakar hanya separo. Lalu sisanya masih bisa dipasang di altar, dalam kondisi aslinya, warna hitam arang. Malah jadi lebih artistik.
7. Ternyata, iman umat tetap hidup, meski gedung doanya dibakar orang.

Kunjungan ketiga, adalah ke gedung gereja paroki Cigugur.

9. Ternyata, Yang meng-arsitek-i bangunan, alm. Rm Mangunwijaya pr.
10. Dalam hari Minggu, ada tiga perayaan ekaristi. Dua dalam bahasa Sunda. Satu kali dalam bhs Indonesia.

Dalam perjalanan, di beritahukan rumah-rumah umat. Ditunjukkanya oleh Sr pemandu.

11. Ternyata, salah satu pemuda Kuningan, menjadi dekan di Univ Sanata Dharma. Berkat bea-siswa, suport dari romo.
12. Ternyata, ada umat dr Wates, Kulonprogo yang jadi dokter, dan aktif di paroki Kuningan.
13. Ternyata, beberapa umat Kuningan, jadi umat Keuskupan Purwokerto, jadi guru sekolah susteran, jadi pegawai keuskupan,.....

Hidup, adalah sebuah kenyataan. Kemajuan hidup, ber-isi idealitas, impian, yang mendarat dalam kenyataan. Dan itu, lewat mata yang terbuka, dalam sebuah momen 'ternyata'........


Selamat, 'ternyata'


Syalom. Wilujeng. Rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-